Beranda · Menu · Menu 1 · Menu 2

Aksi Adit Ngentot Tante Ida Bagian 2

"Kamu gimana sih Dit... Makanya jangan kebanyakan bengong..." Omel Ibu-ku

"Kok malah dimarahin sih Bu? Anaknya sengsara juga.." Protes-ku kesal

"Hahaha...Marahin aja tante. Biar tau rasa" Timpal Reno, teman sekolahku sambil cengengesan.

"Nak Reno makasih yah udah nganter Adit pulang.." Ujar Ibu-ku

"Tenang aja tante.. Reno juga seneng bisa pulang cepet..heee" Balas Reno 


Hmm.. Aku-pun hanya bisa merengut sambil terbaring di kamrku. Nyeri di bagian pinggang memaksa-ku untuk terbaring lemas di kasur. Setelah membantuku berganti pakaian, Ibu-pun pergi meninggalkan aku dan Reno berduaan dikamar.


"Bro.." Panggil Reno.

"Kenapa?" Jawab-ku malas.

"Beeh..Nyokap lo kalo dirumah seksi juga bro.. Betah gue.."

"******.. otak lo mesum mulu.." 

"Serius ini.. Gak pake Bh lagi bro.. mancung bener pentil ngokap lo"

"Plaakkk... Itu nyokap gue jing.. " Omel-ku, sambil mengjitak kepala Reno yang botak.

"Hahahaha.. Pelit banget lo.." Jawab Reno, sambil cengengesan memamerkan gingsul-nya.


Memang Aku pun mengerti itu bukan-lah salah reno sepenuhnya. Walaupun Reno memang selalu berotak mesum, Namun pakaian Ibu-ku yang hanya mengenakan daster tipis tanpa Bh, dan penutup kepala seadanya, mungkin memang bisa membuat orang semesum Reno terpancing. Apa lagi kulit Ibu yang putih dan tubuhnya yang langsing terawat, membuat wanita alim tersebut memiliki daya tarik tersendiri. Ditambah lagi di wajah-nya yang mulai menua, masih tersirat sisa kecantikan masa mudanya. 

Walaupun demikian, nafsuku sama sekali tidak terpancing oleh Ibu-ku. Tidak jarang payudara Ibu yang sudah sedikit kendur atau tubuh langsingnya, menyentuk tubuh-ku. Namun tidak berdampak apa-apa kepada birahi-ku. Bahkan seringkali aku melihat tubuh setengah telanjang ibu, yang hanya menggunakan handuk setelah mandi. Dan penis-ku tetep offline mode. 

Padahal aku sering melihat cerita dewasa atau video bokep tentang incest, terhadap Ibu kandung-nya. Tapi aku masih tidak punya getaran nafsu sama sekali terhadap Ibu dan Kakak-ku yang tak kalah cantik-nya. Hmm mungkin aku yang belum punya cara menikmati hal tersebut. Ah biarlah, Aku masih harus fokus terhdap tante Ida.


"Woii bengong lagi lo.." Ujar Reno mengejutkan-ku. 

"Ah tai.. ganggu orang mikir aja lo.." Maki-ku kesal.

"Gue balik lah Dit.. Kakak lo belom balik sih.. Jadi kurang betah gue.."

"Makan tuh kakak gue... Jago lo kalo bisa dapet.. Galaknya setengah mati.." Ledek-ku.

"Lo liat aja nanti bro.. Duluan ah, gue balik dulu.. Cepet sembuh lo..! Gak ada temen nonton bokep nanati gue..Hahaha" Ujar Reno sambil mengenakan tas ranselnya.

"Hahahha.. makasih yah Bro.." 


Reno pun melangkah pergi. Dari kejauhan aku masih dapat mendengar percakapan Reno dan Ibu-ku. Parah, mungkin Reno masih berusaha, mencuri-curi kesempatan untuk jelalatan pada Ibu-ku. Biarlah Reno bertindak sesuka hatinya, aneh-nya aku sama sama sekali tidak merasa kesal saat Reno mengucapkan kata-kata tidak senonoh, tentang Ibu atau Kakak-ku.

Aduh, rasa nyeri bercampur pegal di pinggang dan selangkanganku, membuatku mengingat kembali kejadian pagi ini.

***

Seperti biasa senin pagi aku sudah sibuk berebut kamar mandi, dengan kakak-ku yang juga ingin pergi sekolah. Setelah mengenakan seragam rapih, aku keluar rumah terlebih dahulu menunggu kakak-ku yang belum juga selesai dandan. Yah memang aku selalu menumpang mobil kakak-ku karena sekolah kami searah. 

Sambil menunggu, aku melihat tante Ida dan Ibu-ibu lain sedang sibuk mengerumuni MangDidin, tukang sayur keliling. Dimataku itu tidak lebih dari kumpulan Ibu-Ibu tanpa BH yang sibuk memilih sayuran. Kebanyakan dari mereka memperlihatkan tonjolan putting yang menantang dibalik pakaian tipis dan daster, khas Ibu-ibu baru bangun tidur.

Otak mesumku pun terpanggil, dengan polosnya aku berjalan menghampiri kerumunan putting tersebut. Tanpa memperdulikan ku, mereka terus saja sibuk belanja. Ku perhatikan sepasang demi sepasang bongkahan payudara yang berayun tanpa Bh tersebut. Wuih, dengan cepat penis ku tegang merespon. 

Tentu saja yang paling menyita perhatian-ku adalah payudara montok tante Ida, yang berayun bebas mengikuti gerakan tangan-nya. Pentil mancung-nya seolah tidak bosan menggesek daster tipis tante Ida. Kadang aku bisa melihat bagian atas payudara tante Ida yang menggantung, saat memilih sayuran di bagian bawah gerobak Mang Didin. 

Namun kini bukan hanya tante Ida, mata elang-ku mendeteksi adanya saingan tante Ida. Yaitu Tante Hamidah, penganten baru yang baru pindah ke sebelah kanan rumah-ku(sebelah kiri : Tante Ida ). Dari informasi yang aku dengar dia bekerja sebagai dokter spesialis di salah satu rumah sakit terkemuka. Walaupun tubuhnya terlihat biasa-biasa saja, khas ibu-ibu muda, namun wajahnya yang kalem dan cantik sedikit mencuri perhatianku. 


"Eh adit mau berangkat sekolah yah?" sapa Tante Ida.

"Iya tante.. Nunggu kakak.." 

"Kakak kamu belum keluar juga Dit" Tanya Ibu-ku.

"Belum tuh...gak tau lama banget" Jawab-ku sebal

"Aduh gimana , yaudah Ibu samperin dulu, permisih yah Ibu-Ibu" Ujar Ibu-ku pamit.

"Selamat pagi Adit.. Berangkat bareng kakak yah" Sapa Tante Hamidah ramah.

"Iya tante.." 


Hemm... Aroma tubuh Tante Hamidah tercium di hidungku yang terlatih. Sangat wangi dan lembut, padahal dari penampilannya, aku dapat melihat dia belum mandi. Langsung ku arahkan mata-ku ke payudaranya, namun tidak kutemukan tonjolan kecil yang ku cari, di kaos putih lengan panjang tante Hamida. Apalagi penutup kepanya sedikit menutupi tonjolan payudaranya yang imut. "Mungkin dia sudah pake BH" gumamku dalam hati.

Belum puas aku cuci mata di krumunan payudara Ibu-ibu, klakson mobil kakak-ku sudah memanggil. Dengan cepat aku pamit dan brangkat ke sekolah.

Bayangan putting Tante Ida dan wajah kalem Tante Hamidah, terus menyita fikiranku. Sambil berjalan ke arah kantin aku mencoba memutar otak untuk memikirkan rencana selanjutnya. Yah singkirkan dulu Tante Hamidah, aku mencoba fokus mencari cara menyentuh pentil, Tante Ida yang selalu membuatku penasaran. Namun berkali-kali aku memutar otak, ide-ide brilian-ku belum juga muncul. Begitu susah-nya mencumbu putting Tante Ida tanpa harus ketahuan. 

"Woii.. bengong aja lu bro" Sapa Reno mengagetkan Ku

"Ah.. bikin jantungan aja lo... Gimana bokep baru gue? Mantab?" Tanya-ku bangga

"Gokil bro.. Ada lagi gak..?"

"Ada dong tena......Bruuakkkk" 

"Woi Dit?? Kenapa lo??" Tanya Reno dengan wajah konyol-nya.

"AAAADDDUUUUUHHHHH....."


Karena tidak memperhatikan jalan, tiba-tiba kaki-ku terperosok ke dalam irigasi sekolah. Begitulah penyebab, kini aku terbaring di kamarku. Sungguh apes, selangkangan kaki kananku terkilir, akibat posisi jatuhku. 

Sambil menatap langit-langit kamar, aku dapar mendenar sayup-sayup suara Reno masih mengajak ngobrol Ibu-ku. Rupanya Reno masih betah mencuri-curi pandang kepada Ibu-ku. Aku-pun tak terlalu peduli, perlahan aku mencoba memejamkan mataku.

Heeeyy.. Tunggu, kuping canggih-ku mendengar suara Tante Ida yang terdengar begitu khas. Ayo tante datanglah, ini kesempatan bagus untuk melancarkan misi-ku selanjutnya. Dan tak lama terdengar suara percakapan Tante Ida dan Ibu-ku, yang mendekat.


"Aduh..Dit kenapa??" Tanya tante Ida.

"Meleng terus tuh matanya" Sambar Ibu-ku sewot.

"Jatoh tante.. tapi cuman terkilir dikit doang kok" Jawab-ku mengiba

"Gak dibawa ke tukang urut Lin(Linda Ibu-ku)?" Tanya tante Ida

"Aditnya gak mau tuh.. Takut sakit katanya" jawab Ibu-ku semakin sewot

"Iya... Gak mau ah tante.." Ujar-ku menegaskan.

"Nanti malah lama sembuhnya, Kalau dibiarin keburu bengkak loh" Rayu Tante Ida

"Sakit ah tan.."

"Mau diurut tante aja?" Ujar tante Ida.

"Iya tolong Da..Kalau sama kamu biasanya dia mau" Jawab Ibu-ku

"Mau Dit? Diurut tante?" Tawar Tante Ida

"Sakit?" 

"Yah sedikit, kalau didiemin malah tambah sakit loh" jawab Tante Ida.


Walaupun bukan berprofesi sebagai tukang urut, namun Tante Ida sudah cukup dikenal kemampuan-nya dalam mengobati keseleo atau terkilir. Kata tante Ida sih, itu bakat turunan dari nenek-nya yang berprofesi sebagai dukun urut terkenal, di kampun-nya. Oleh karena itu dari aku bayi, Ibu-ku sering meminta pertolongan kepada tante Ida untuk mengurut-ku bila terkilir atau sakit.


"Yaudah tante ambil minyak gosok dulu dirumah.. Diurut sekarang yah Dit..? mumpung Rita tidur."

"Iya tante.." Jawab-ku sok terpaksa.


Tak sabar aku menunggu tante Ida, ini adalah kesempatan ku untuk mencari celah menjamah putting dan payudara tante Ida. Apalagi sedari tadi kulihat tangan tante Ida selalu di taruh didada-nya, menandakan tante Ida sedang berusaha menutupi payudara-nya yang tidak ber-Bh, di balik daster tipis-nya. Mudah-mudahan Tante Ida tetap tidak mengenakn Bh saat mengurut-ku nanti...HIHIHIHIHIHIHIHI 

Benar saja tak lama Tante Ida kembali masuk ke kamarku, sambil membawa minyak gosok di tangan-nya. Terlihat payudara besar-nya yang berguncang bebas mengikuti langkah-nya, yap.. Tante Ida tidak mengenakan apapun dibalik dasternya. Oh iya daster tante Ida sebenarnya tidak terlalu seksi, daster rumahan khas ibu-ibu, dengan lengan pendek dan panjangnya menutupi tepat di bawah lutut. Namun tipis dan terlihat nyaman untuk dikenakan saat tidur.


"nih Da, sarungnya Adit.. Aku tinggal masak dulu yah??" Ujar Ibuku, yang pergi setelah menyerahkan sarung kepada Tante Ida.

"Buka celananya Dit.. Ganti sarung"


Stop..stoop.. Aku mencoba menahan reaksi penis-ku. Entah kenapa, ucapan Tante Ida terdengar begitu erotis dan mengganggu ketentraman birahi-ku. Dengan sengaja aku meloloskan celana pendeku dan menggantinya dengan sarung, di depan Tante Ida.


"Tahan yah Dit.." 


Dengan perlahan Tante Ida menaikan sarungku sampi diatas pinggang, hingga bagian kaki kananku sampai pinggang terpampang bebas di hadapan tante Ida. Tangan lembut Tante Ida mulai membaluri bagian pinggang sampai selangkangan-ku. Tentu saja membuat sarungku semakin tergeser, dan celana dalam-ku terpampang bebas.

Sambil menahan rasa nyeri bercampur geli, aku terus memperhatikan payudara Tante Ida yang menggantung, akibat posisinya sedikit menunduk. Payudara montok Tante Ida terlihat berayun-ayun saat mengurutku. Ditambah lagi penampakan putting yang mencuat di balik daster tipis-nya, membuat-ku semakin tersiksa menahan birahi yang kian memuncak.

Sesekali aku melirik ke arah penis-ku yang masih tertutup celana dalam. Aku sedikit hawatir kalau tante Ida melihat penis-ku yang mulai mengeras. Namun Tante Ida masih tetap fokus menatap tangan-nya yang terus bergerak mengusap selangkangan paha-ku.


"Dit... Sakit?" Ujar tante Ida.

"I..Iya sedikit tante.." 

"Diem dulu kakinya, jangan gerak-gerak gitu ah.."

"A..abis geli Tante, Adit gak kuat geli.." 


Aku memang tak sanggup menahan geli, saat tangan tangan mulus Tante Ida terus mengusap selangkangan-ku. Kaki-ku pun menjadi tak bisa diam, dan terus menggeliat menahan geli.


"Tahan dikit yah sayang... Urat-nya pada menggumpal nih" 

"Aw...pelan-pelan Tante.."


Entah sengaja atau tidak berkali-kali tangan Tante Ida, menyenggol biji penis-ku. Membuat-ku melupakan rasa ngilu di selangkangan-ku, yang telah tergantikan dengan rangsangan menyiksa di biji penis-ku. Sentuhan singkat itu membuatku bersusah payah,harus menahan penis-ku agar tidak tegang. Ditambah lagi rasa geli di selangan-ku, yang terus di urut perlahan oleh tangan mulus Tante Ida.

Membuatku terpaksa harus mengeluarkan jurus pertahanan, hingga level tertinggi. Kulepaskan pandangan-ku dari ayunan payudara Tante Ida, dan mencoba membayangkan wajah mengesalkan Reno Hhhuppp. Namun percuma sentuhan Tante Ida begitu nyata, membuat kaki-ku terus menggeliat menahan geli bercampur birahi.


"Diem Dit.. Nanti malah berantakan urat kamu.." Perintah tante Ida. 

"Tante boleh sambil megang ketek gak? Biar gak kerasa.." Pinta-ku polos

"Iya..pegang aja.. tapi liat-liat.. takut Ibu kamu dateng." Jawab Tante Ida

"I...Iya Tante.."

"Awas bau loh Dit, tante belom sempet mandi.. udah gitu keringetan nih ngurut kamu" Jawab tante Ida sambil terus mengurut selangkangan-ku.

"Gak apa-apa tante, Adit suka.."

"Dasar kamu Dit... Yaudah nih pegang" Perinta tante Ida sambil member celah ketiak-nya.

Aku-pun mulai memasukan tangan-ku kedalam lengan dasternya. Oppsss(danger..warning...danger..) Ide bodoh, Kini aku dapat merasakan lipatan ketiak Tante Ida yang begitu lembut dan basah oleh keringat. Ditambah sensasi bulu ketiak yang baru tumbuh, terus menggelitik tangan-ku. Dalam sekejap jurus pertahanan level tertinggi-ku, langsung roboh. Kini giliran penis-ku yang bereaksi sampai level tertinggi, dan mulai bangkit di balik celana dalam-ku.


"Geli yah Dit??"

"Dikit tante.."

"Kamu gelian banget sih... Ini burungnya sampe bangun gini" Ujar Tante Ida cengengesan, sambil tangan-nya iseng, menyenggol-nyenggol penisku.

"Maaf tante.." 


Aku-pun kalang-kabut dan mencoba menutup penis-ku dengan kedua tangan. Lalu melilirk ke arah Tante Ida, yang masih tetap fokus mengurut selangkangan kaki-ku.


"Udah gak usah ditutupin Dit..Gak apa-apa kok tanda-nya kamu normal"

"Maaf Tante.. Geli sih jadi.." Jawab-ku panik.

"Yah normal itu sayang.. Laki-laki kalo diurut bagian sini-nya memang suka bangun.. Om juga gitu kalo Tante urut sini-nya" 

"Gitu yah tante?" Tanya-ku polos

"Iya.. Udah lepasin.. Jangan ditekan gitu,malah impoten nanti.."

"I..Impoten Tante??"

"Iya Dit.. Kalau titit kamu lagi ngaceng jangan ditahan. Nanti malah gak bisa bangun lagi.." Jawab Tante Ida santai.

"Oh..gitu Tan.."

"Udah..lepasin tangan kamu.. Sini lanjutin ngetek-nya.. Dikit lagi selesai urut-nya nih"


Dalam sekejap, Tante Ida menghancurkan semua rangkaian rencanaku. Otak canggih-ku seolah-olah diam tak berfungsi. Tante Ida berhasil merubah-ku menjadi anak SMP polos biasa, tak ada rencana bejat atau-pun akal bulus di kepalaku. Aku hanya dapat terdiam polos di depan Tante Ida. (Warnig..Warnig..System Disconected)

Sambil tersenyum, tangan tangan Tante Ida yang licin oleh minyak gosok, meraih tangan-ku dan mengarahkan-nya ke selipan ketiak-nya. Aku yang telah kalah kali ini, hanya mampu mengikuti hal yang tersisa dari otak sombong-ku, yaitu insting. 

Tangan-ku kembali mengelus lipatan ketiak Tante Ida yang semakin basah oleh keringat. Sesekali jariku memilin gemas lipatan ketiak Tante Ida dan mengusap bulu-bulu ketiak Tante Ida yang baru tumbuh. Penis-ku pun sudah semakin mengeras tanpa terkontrol, tegak menghunus di dalam celana dalam-ku.

Kulihat Tante Ida sesekali melirik kearah penis-ku dan menahan senyum kecil di bibir-nya. Dibawah rambut panjang-nya yang diikat keatas, terlihat lelehan keringat mulai membasahi tengkuk lehernya yang sedikit berlemak. 


"Dit.. Tante Udah selesai ngurutnya nih..Gimana mendingan?"

"Udah mendingan sih Tante.. Tapi masih agak ngilu-ngilu.." Jawab-ku polos, sambil menggerak-gerakan kaki-ku.

"Iya itu gara-gara memar-nya, nanti juga ilang"

"Gitu yah tante?.. Makasih yah" 

"Iya Dit, kasih yang anget-anget juga sembuh, nanti tante suruh Ibu-mu kompres pake jahe.. yah?"

"I..Iya Tante? Jadi gak usah di urut lagi yah?" Tanya-ku polos


Entah apa yang ada di otak-ku saat ini, aku hanya mengikuti insting dan menginginkan tanganTante Ida mengelus selangkangan-ku lebih lama.

"Gak usah kayanya Dit, Udah lemes semua otot kamu.. kecuali..."

"Kecuali apa Tante?" Tanya-ku bingung.

"Ini nih dari tadi nodong tante terus.." Jawab Tante Ida sambil cengengesan.


OWH..Kini Tante Ida meletakan Tangan haus-nya tepat diatas penis-ku yang masih ereki maksimal. (Tuuiiiitt....Tuuiiittt... Warning..)


"Ma..maaf Tante.." 

"Udah gak usah minta maaf terus ah.. Tante kan udah bilang ini normal buat laki-laki." Jawab Tante Ida santai.

"Ta..tapi tan.."

"Mau Tante urut juga? Biar kamu enak istirahatnya.." Tanya Tante Ida santai, Seolah-olah ini dalah hal yang biasa"

"Gak apa-apa Tan?" Tanya-ku ragu

"Yaudah kamu tunggu disini.. Tante mau cuci tangan, sekalian liat Ibu-mu"


Tanpa menunggu jawaban dariku, Tante Ida langsung bangkit dan keluar dari kamar-ku. Tak lama terdengarlah samar-samar percakapan Tante Ida dan Ibu-ku. Kemudian Tante Ida kembali masuk ke kamar-ku. Terlihat kini telapak tangan-nya telah bersih dari minyak urut.


"Kamu punya lotion Dit?" 

"A..ada tante di me..meja.." 

"Udah buka dulu celana dalam kamu" Perintah Tante Ida, sambil meraih lotion di meja kamar-ku.


Dengan sigap aku-pun meloloskan celana dalam-ku. Kini penis-ku telah bebas berdiri menantang angkasa. Tante Ida kembali duduk di samping-ku dengan lotion di tangan-nya. Dengan Otak-ku yang masih belum mau power-up, aku hanya mampu terbaring pasrah dengan jantung yang terus berdebar.


"Ih.. Gede juga titit kamu Dit.. Terakhir Tante liat, waktu kamu sunat, itu pun masih mungil banget.." Ledek Tante Ida, sambil menuang lotion di tangan-nya.

Aku hanya mampu terdiam melihat jari-jari tangan Tante Ida, yang lentik mulai berlumuran lotion. Perlahan tangan lembut tante Ida mulai membaluri penis-ku dengan lotion. Ugh.. begitu terasa lembut dan dingin. Kepala penis-ku terasa sedikit ngilu saat telapal tangan Tante Ida mengusap-nya dengan lembut.

Aku pun mulai terpejam, menikmati kocokan tangan Tante Ida di penis-ku. Sungguh terasa berbeda dibandingkan kocakan tangan-ku sendiri. Kocokan tangan Tante Ida terasa begitu mahir mengusap setiap bagian batang penis-ku, dan sesekali mengusap cepat kepala penis-ku. Membuat-ku berkali-kali menggeliat menahan nikmat yang sudah tak bisa diungkapkan lagi.


"Kamu udah sering ngocok yah Dit?" Tanya Tante Ida sambil meneruskan aksi-nya.

"E..enggak pernah kok.. Tante" Jawab-ku berbohong.

"Lama juga kamu keluar-nya" 


Dengan lihai kini salah satu tangan Tante Ida, mulai mengusap biji penis-ku dan membelai lembut bulu kemaluan-ku yang gondrong.


"Dit.. Jangan ditahan... Keburu Ibu-mu selesai masak loh"

"A..Adit gak nahan kok tante.."

"Cepet Dit..keluarin" Perintah Tante Ida, sambil mempercepat aksinya.


Ahh.. Aku memang tidak menahan sama sekali. Mungkin karena terlalu sering beronani, membuat ejakulasi ku sedikit lebih lama tercapai. 


"Tante.. Boleh sambil ngetek gak..Biar cepet" Pinta-ku polos

"Iya boleh...Cepet Dit.."

"Tante simian dong.. Gak nyampe nih" Pintaku manja, karena tangan-ku tak bisa menggapai ketiak Tante Ida

"Iya nih... Tapi cepet loh Dit.. Bahaya kalau ketahuan Ibu-mu."


Dengan cepat Tante Ida menggeser tubuh semok-nya. Tanpa menunggu lagi, tangan-ku langsung masuk ke cela lengan dasternya. Dan mulai meraba setiap lipatan ketiak basah Tante Ida. Namun belum cukup sampai disitu, Perlahan aku mulai merogoh lebih dalam. Berusaha menggapai payudara Tante Ida, yang terlihat terus berayun mengikuti irama kocokan tangan-nya. Tapu celah lengan daster Tante Ida sanagat sempit, membuat-ku kesulitan untuk menggapai payudaranya.


"Adit...Mau ngapain tangan-nya?" Tanya Tante Ida, dengan nada setengah membentak.

"Ah.. Adit mau megang tetek tante.. biar lebih cepet.." Jawab-ku yang sudah dibutakan birahi.

"Udah ngetek aja Dit, jangan kebawa nafsu.. masa mau gerepe Tante?" Tante Ida mulai sewot.

"Pleasee... Tante.. Adit mau banget.."

"Kamu gimana sih Dit, Masa mau grepe tetek Tante Ida?" Larang Tante Ida


Semua indra-ku sudah dibutakan oleh kenikmatan dari kocokan tangan Tante Ida. Tanpa berfikir panjang aku terus mendesak Tante Ida, untuk menuruti keinginan-ku.


"Yaudah.. Tapi dari luar aja yah, dan jangan kenceng-kenceng, tetek tante lagi bengkak, karena masih dalam masa menyusui"


Dengan cepat aku langsung menarik keluar tangan-ku dari celah daster Tante Ida. Dan mulai meremas payudara Tante Ida, dari luar dasternya. Owh.. tepat seperti yang aku bayangkan selama ini, payudara Tante Ida begitu terasa lembut dan menggkal. Putting-nya yang besar terus menggelitik telapak tangan-ku saat meremas gemas payudara montok Tante Ida.


"Dit.. Jangan kenceng-kenceng ah... awwhh pelan-pelan dit.. awh..isshh" Perintah Tante Ida, mulai sesekali mendesah kesakitan.


Untuku desahan Tante Ida malah membuat-ku semakin bernafsu, meremas payudaranya. Hingga telapak tangan-ku mulai merasakan bagiandaster Tante Ida di bagian putting-nya mulai basah. Pasti itu karena air ASI yang keluar akibat remasan-ku.


"Dit..Kamu masih lama... Awwhh... Dit.. Pelan-pelan.. sayang.. ishh" Desah Tante Ida.


Dan akhirnya, aku merasakan tekanan penis-ku mulai meningkat. Jalur sperma-ku mulai terasa berdenyut menahan ledakan seperma-ku.


"Tante.. Adit mau keluar.. Tantee.." 

"Aduh.. Kamu gak ada tisu Dit?" Tante Ida pun panic dan celingukan mancari tisu yang memang tidak ada di kamar-ku.

"Tante gimana nih... aku udah gak tahan" 

"Duh.. Bentar DIt.."


Dengan sigap Tante Ida bangkit dari tempat tidur-ku dan membuka celana dalam dari balik daster-nya. Lalu menutup kepala penis-ku dengan celan dalam lusuh berwarna kecoklatan tersebut.


"Keluarin Dit cepet..." 

"Gak bisa tante di apain lagi kek.." 

"Ih kamu mah Dit.."


Tiba-tiba Tante Ida menundukan kepalanya dan menjilat biji penisku. BEhhh... Lidah kasar dan basah mulai menggelitih bagian bawah biji penisku. Kali ini nikmatnya sudah tidak bisa di narasikan. (Count down from 5....4...3...2...1..)

"Croooottt...Crooottt...Crooottt..." spermaku pun menyembur di celana dalam Tante Ida yang menutupi penisku. Rasanya wow... ejakulasi paling nikmat yang kurasakan sejauh ini. 


"Udah Dit?.. Banyak banget ih peju kamu.." Ujar ta Tante Ida, yang sibuk mengelap leleha sepermaku dengan celana dalam-nya.


Setelah mengalamai ejakulasi tingkat atas, tubuh-ku langsung terasa lemas tak berdaya. Penis-ku pun berangsur-angsur mengecil ditelan kenikmatan. Dengan lemas aku mencoba melirik Tante Ida yang sedang mengenakan kembali celana dalam-nya.


"Ta...tante kok dipake lagi?"

"Iya lah bisa ketauan Ibu-mu nanti.. Kamu sih Dit, gak nyimpen tisu di kamar."

"Gak apa-apa tante? Nanti tante hamil?"

"Kan cuman diluar kok Dit.. udah kamu istirahat yah.."

"Bener gak apa-apa?" Tanya-ku takut.

"Iya Adit sayang, Kamu langsung bobo aja yah.. udah enakan kan badannya??"

"Iya Tante.."

"Jangan mandi dulu, nanti masuk angin, kamu kan abis di urut."

"I..iya"

"Tante pulang dulu, cepet sembuh yah sayang.. muuaah.. bssssssttsstttsss.(berbisik)"


Setelah mengecup kening-ku Tante Ida berbisik di telingaku, lalu pergi keluar dari kamar-ku. Kembali terdengar sayup-sayup suara Tante Ida dan Ibu-ku, lalu diikuti suara pintu gerbang.


Aku masih terpaku menatapi langit-langit kamar, masih tidak percaya akan kejadian yang barusan ku alami. Tubuh-ku tergolek lemah tak berdaya, menerima kekalahan telak hari ini.

SIIIAAALLLL.. Sepertinya aku masih harus banyak belajar, aku terlalu puas dengan pengetahuan-ku yang dangkal serta. Otaku masih terlalu sombong untuk memenagkan permainan ini. Hmm.. Tapi lagi-lagi kini tubuhku masih terlalu lemah, untuk berfikir jernih. Ku putuskan untuk tidur beristirahat dan menyiapkan dengan matang untuk perang selanjutnya.

Yah paling tidak missi ku untuk merasakan payudara dan putting Tante Ida, sudah setengah sukses. Tapi serangan balik Tante Ida yang mendadak, membuat urutan misi-ku menjadi berantakan. Ah bodo tidur dulu.(Mission Failed)

Mau tau bisikan Tante Ida tadi?...heee...

"Tante pulang dulu, cepet sembuh yah sayang.. muuaah.. Kamu nakal Dit, memek tante dingin nih gara-gara peju kamu"

Artikel keren lainnya:

Belum ada tanggapan untuk "Aksi Adit Ngentot Tante Ida Bagian 2"

Posting Komentar